Saya adalah pecinta kopi, baru-baru ini saja. Semenjak tugas dan pekerjaan makin menumpuk, rasanya tanpa kopi saya tidak mungkin bisa menyelesaikan itu semua. Kopi. Setelah dirapalkan berulang-ulang, saya tetap masih tidak sadar betapa kopi adalah treasure. Ibaratnya Kopi itu media baru. Kenapa saya sebut media?
Pernah suatu kali saya bereksperimen untuk mencoba minum kopi di sebuah warung kopi di pinggir jalan. Hanya untuk membuktikan perbedaan minuman kopi di pinggir jalan dan kedai kopi bermerek seperti Starbucks, Dunkin Donuts, J.Co, atau kedai kopi lainnya yang elite di mal. Memang benar berbeda, kedai kopi bermerek lebih variatif menunya—cappuccino, americano, mochaccino, dan sebagiannya sementara di warkop ya kopi hanya kopi. Tapi, ada satu persamaan kopi di mana pun ia disajikan, yakni kopi mengundang obrolan bagi penyesapnya. Kopi menghilangkan suasana kaku dan membuat santai, kemudian membuka dan mengalirkan percakapan.
Baca juga: Sunday Market Surabaya, Impian Lampau dari Alek Kowalski
Siapa sangka, ada pihak yang memanfaatkan kopi sebagai media untuk dampak yang lebih nyata. Adalah komunitas Kopi Keliling yang terbentuk atas inisiatif Raymond, Arris, dan Roget. Ketiganya menyadari bahwa ada benang merah antara kopi dan seni. Baik kopi dan seni lokal Indonesia kurang diapresiasi, malah terkadang asing lebih dapat mengapresiasi baik kopi maupun seni asli Indonesia. Ditambah lagi anak muda banyak yang mengalami inferiority complex, yakni anggapan bahwa produk asing lebih bagus dan menarik dibandingkan produk dalam negeri.
Program yang paling terkenal dari Kopi Keliling adalah pameran keliling dari satu kedai ke kedai lainnya di wilayah Indonesia. Sesuai namanya, Kopi Keliling membuat pameran seni rupa dan seni ilustrasi, hanya di kedai-kedai yang khusus memiliki biji kopi lokal khas Indonesia, yang saat ini sudah diadakan hingga delapan kali. Terakhir, Kopi Keliling yang ke-8 di-reboot menjadi Kopi Keliling Volume_0 dan berada di bawah payung Kemang Art & Coffee Festival (KACF) 2014, menampilkan karya dari 17 visual artist yang telah dikurasi.
Baca juga: Fenomena Pasar Santa: Tempat Hipster atau Ruang Kreatif?
Komunitas Kopi Keliling mampu mengubah kedai-kedai kopi menjadi ruang ekspresi dan komunikasi bagi karya seni Indonesia. Kopi Keliling menempatkan karya-karya seniman muda di dinding sekeliling tempat duduk sehingga pengunjung bisa menikmati karya sambil menikmati kopi kesukaannya. Pameran seni tersebut biasanya juga menghadirkan pergelaran musik, bincang seni, bincang kopi, dan aktivitas kreatif lainnya.
Bukan hanya mengapresiasi karya seni, Kopi Keliling telah mendorong seniman untuk konsisten berkarya tanpa takut tidak mendapatkan tempat di Indonesia. Semoga aja lebih banyak gerakan yang mendukung orang-orang muda kreatif dengan menampilkan karya yang ‘berbicara’ tentang betapa luar biasanya Indonesia.
Baca juga: Belajar Dari Kedai Kopi Bernama Starbucks
Header image credit: ghiboo.com