Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta“, karena terbukti kamera lubang jarum mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik.
Kamera Lubang Jarum adalah kamera yang bisa dibuat dari kaleng atau dus yang dilubangi sebatang jarum. Di Indonesia, kamera ini dikembangkan kembali oleh fotografer Ray Bachtiar Dradjat. Pada tahun 2002, ia mendirikan Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI), yaitu perkumpulan pemain kamera lubang jarum yang hingga kini sudah tersebar di 30 kota di Indonesia.
Di Indonesia, pada tahun 1997, saat teknologi digital mulai berkembang pesat, Ray Bachtiar Dradjat yang sudah menggunakan kamera digital karena tuntutan pekerjaannya sebagai fotografer profesional mulai resah. Ray tidak anti-digital, tapi punya pandangan bahwa pendidikan fotografi di Indonesia sebaiknya mengetahui dasarnya terlebih dahulu.
Maka, berawal dari sukses memotret pagar depan rumah tinggal menggunakan kamera lubang jarum kaleng susu 800 gram, Ray menggelar workshop perdana tahun 2001 di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang, yang berlanjut dengan penerbitan buku berjudul “MEMOTRET dengan KAMERA LUBANG JARUM” di tahun yang sama.
Baca juga: Fotografi, Cara Paling Jitu Memamerkan Destinasi
Ray menyebut pinhole camera dengan sebutan Kamera Lubang Jarum karena konsep dasar inovasinya berbeda. Ray tidak terlalu mempermasalahkan “teknik”, tapi mencoba menularkan “rasa yang mendalam” dengan menggunakan kata kunci khas Indonesia: “secukupnya”. Selanjutnya, digelarlah workshop tour “gerilya” di Jawa, Bali, hingga Makassar, dan pada 17 Agustus 2002 ia memproklamirkan KOMUNITAS LUBANG JARUM INDONESIA (KLJI) sebagai komunitas para pemain dan pengguna kamera lubang jarum di Indonesia.
Sebagai sebuah filosofi, komunitas ini sebenarnya tidak mempersoalkan masalah “kamera”, tapi makna “lubang jarum”-lah yang mereka garis bawahi. Karena lubang jarum bisa berarti kondisi saat sulit datang bertamu dan pada saat seperti itu kita harus mampu meloloskan diri. Pantas jika Leonardo Da Vinci menyatakan: “Siapa yang akan percaya dari sebuah lubang kecil, kita dapat melihat alam semesta“, karena terbukti kamera lubang jarum mengajak kita untuk berada dalam suatu ruang yang cukup luas untuk olah pikir, olah rasa dan bahkan olah fisik. Tetapi ruang itu harus kita penuhi dengan aksi-aksi nyata.
Pada buku kedua yang diterbitkan Gramedia dalam bentuk majalah edisi spesial Chip Foto Video bertajuk “RITUAL FOTOGRAFI” tahun 2008, Ray menekankan bahwa fotografer harus melek digital tapi tetap menggarisbawahi pentingnya berproses dengan kamera lubang jarum. Bahkan pada peluncuran buku tersebut digelar workshop kamera lubang jarum tingkat lanjut yang selalu dicita-citakan sejak berdirinya KLJI: mencetak foto dengan teknik cetak penemu fotografi, William Henry Fox Talbot, abad 19, Saltprint.
Baca juga: Kunci Membangun Komunitas Dari Founder Fotografer.Net
Dengan misi melahirkan kreator dan instruktur yang berkualitas, juga jika suatu masa bahan kamera lubang jarum seperti kertas foto, developer, dan fixer, tidak lagi diproduksi akibat pasar yang berubah menjadi full digital, popularitas kamera lubang jarum tidak akan lenyap bahkan seperti lahir kembali. Seperti sejarah lahirnya kamera beberapa abad lalu.
Bagi Indonesia yang kaya akan bahan baku dan orang-orang kreatif, peristiwa seperti itu bukan sebuah khayalan. Membangkitkan kembali proses salt print, albumen print, cyanotypedan, dan banyak lagi, sepertinya bukan masalah besar. Pada awal 2010, KLJI Bandung bangkit dengan inovasi kamera rakitan dari karton. Makin melekatlah moto “Membuat Tidak Membeli”.
Jika efek kamera lubang jarum disebutkan tidak akrab lingkungan, justru hikmahnya adalah kita dapat menyisipkan pesan dan memperkenalkan cara menangani limbah yang ditimbulkan dalam proses fotografi analog dengan benar. Kamera lubang jarum mengajarkan kita menata limbah dan puing dunia menjadi lebih berarti. Kamera lubang jarum mengingatkan kita akan dunia materi yang fana sekaligus menjadi alat untuk pendidikan jiwa, penggemblengan rasa, dan eksplorasi kreativitas bagi para kreator fotografi Indonesia.
Baca juga: Naik Kelas dengan Kolaborasi Antar Komunitas
Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di blog pribadi Andi Gunawan dengan judul Komunitas Lubang Jarum Indonesia
Header image credit: skinkpinhole.com