Di Indonesia, berapa banyak sih tempat yang menyediakan buku, atau orang yang suka baca buku? Dikit banget ga, sih? Ga kayak di luar negeri, di sini buku tuh belum dianggap sebagai teman tunggu yang asik. Malah anak-anak jaman sekarang lebih sering megang gadget dibandingkan baca buku.
Stigma orang baca buku cenderung aneh atau freak, sebutan kutu buku lebih sering ditujukan untuk orang nerd yang anti sosial, padahal belum tentu semua kayak gitu. Inilah alasan kenapa tingkat nalar masyarakat Indonesia masih terbilang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Nah, kalau menurut Upik Djalins, Ida Sitompul dan Santi Soekanto, akar permasalahannya bukan terletak pada minat baca yang rendah, tapi pada akses buku yang terbatas. Tiga perempuan yang sangat prihatin atas terbatasnya akses anak Indonesia pada buku berkualitas ini, mendirikan komunitas 1001buku pada tahun 2002. Komunitas ini didirikan dengan harapan dapat membantu taman-taman bacaan anak dengan mengantarkan ribuan buku untuk anak-anak. Ya, 1001 buku memang bukan fokus mendirikan taman-taman bacaan, tetapi lebih memilih memberdayakan taman-taman bacaan yang ada. Istilahnya, 1001buku itu “pengepul” untuk para donatur buku.
Baca juga: Orang yang Tersesat Belum Tentu Tersesat
Sebagai sebuah yayasan berbasis komunitas relawan yang terus menyuarakan melek baca, 1001buku punya banyak kegiatan yang menarik, salah satunya ialah kampanye literasi. Hal ini sebagai usaha dalam mencapai misi 1001buku untuk membuat anak-anak Indonesia gemar membaca, sebab, ketersediaan bahan bacaan juga bukan jaminan seorang anak jadi rajin membaca. Makanya, 1001 buku percaya bahwa setelah masalah akses diselesaikan, minat baca juga harus didorong.
Untuk mencapai misinya, 1001buku seringkali terlibat dalam event-event kolaboratif bersama perusahaan atau komunitas lainnya. Contohnya, yang saat ini sedang dijalankan, adalah program Datsun Rising Hope, yang bekerjasama dengan Datsun untuk menyediakan beberapa dropbox pengumpulan buku dan mainan anak-anak di kampus-kampus. 1001buku juga pernah mendukung kegiatan SrudukQurban oleh Komunitas Sahabat Peduli dengan menyediakan buku-buku di lokasi acara.
Baca juga: Televisi, Media Pembodohan Massa Paling Ampuh
Buku gak cuman sekedar tumpukan kata-kata yang dikodifikasi. Buku merupakan jembatan untuk melihat dunia dengan cara berdiam diri. Jangan pernah remehkan the power of a book and a cup of tea sebab dari sinilah pandangan terhadap dunia bisa terbuka.
So, inilah yang mau dicoba oleh 1001buku, yaitu untuk terus aktif mengkampanyekan pentingnya baca bagi anak-anak. Karena kalau engga sekarang, kapan lagi? Masa mau jadi bangsa yang terus berada pada keterbelakangan dalam hal literasi?
Baca juga: Renungan di Hari Pendidikan Nasional: Siapkah Kita Berubah?
Header image credit: 27newstreet.co.uk