Kalau saja, lebih banyak orang mau mengubah cara kerjanya, pasti ibukota tidak sepadat sekarang. Indonesia begitu luasnya. Apalagi buat para pekerja digital, yang kebanyakan bisa kerja dari mana saja dan kapan saja.
Belum lama ini saya ketemu sama seorang founder startup. Orang Indonesia, tapi abis kuliah di Singapura. Ide-ide startupnya banyak yang oke, hingga sering menang kompetisi. Dia baru aja balik dari Dubai setelah proses inkubasi gitu. Anehnya, setelah sukses di negara-negara lain, dia milih balik ke Indonesia dan menetap di Jogja. Padahal dia bukan orang Jogja.
Penasaran. Saya pun bertanya kenapa memilih Jogja. Katanya resources melimpah, cost rendah. Saya sepakat. Sebagai kota yang banyak universitas, Jogja itu gudangnya anak-anak muda yang sebenernya punya skill tapi belum ngerti ‘harga’-nya sendiri.
Si startup founder ini juga membawa temannya yang orang Singapura. Lebih lucu lagi, orang Singapura yang pernah kerja di Jakarta ini juga tertarik banget sama Jogja. Dia bahkan berencana bikin coworking space di sini, karena melihat banyak yang butuh dan perlu lebih banyak orang-orang di dunia digital yang saling kenal lalu kolaborasi. (Ternyata Jogja tambah macet karena makin banyak orang yang kerja di sini)
Di Jogja sendiri sebenarnya sudah ada satu coworking space yang selalu ramai dijejali para pekerja digital. Saya ngga tahu persis sih semua yang sering ke sana punya kerjaan apa. Tapi dari beberapa yang saya kenal, disitu ada programmer, desainer, penulis, sampai founder dari software house dan agensi digital. Biarpun mereka kerja di Jogja, saya yakin banget mereka juga menangani klien dari Jakarta atau malah luar negeri. Dan itu sama sekali ngga ada masalah. Kan udah ada internet. We’re in this digital era where time and space don’t mean anything!
Ngga heran, coworking space nampaknya akan semakin menjamur. Tentunya juga karena pekerja digital itu ngga ketulungan banyaknya. Selain yang bikin startup, ada pula orang-orang independen yang hanya bekerja per-project lewat online workplace semacam oDesk! Orang-orang kayak gini nih yang pasti ngga punya kantor, dan kemungkinan besar malah ngga punya kenalan sesama pekerja digital. Makanya, mesti ada coworking space yang memfasilitasi mereka sekaligus mendorong networking. Bosen juga kan pasti kalo kerja sendiri.
Tanpa kita sadari, era teknologi saat ini juga mengubah model kerja orang modern. Ngga selalu harus duduk di kantor dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Sekarang kita bisa ngerjain apa-apa darimana saja. Saya sendiri contohnya. Terlepas dari adanya kantor kecil yang dipinjamkan ke perusahaan tempat saya bekerja, saya terkadang berangkat ke coworking space itu. Pasti saya bertemu beberapa kenalan disana dan bisa berbincang sebentar sebelum bekerja. Atau kalau sedang malas, saya juga bisa bekerja dari rumah. Kalau saya mau boros, saya memilih ke coffee shop untuk mendapatkan suasana baru. Menurut saya sih, kebiasaan ini ngga masuk akal bagi generasi sebelumnya. Mereka mengira saya lagi kelayapan, bukannya bekerja.
Oh, bukan hanya generasi tua. Rasanya masih banyak anak-anak generasi sekarang yang belum mengerti tren kerja yang berubah berkat teknologi ini. Mereka berpikir harus merantau ke ibukota untuk bekerja. Padahal sih, kerja di kampung halaman mereka itu mungkin saja selama memakai teknologi. Orang-orang kini bisa bekerja secara remote dan mobile.
Kalau saja, lebih banyak orang mau mengubah cara kerjanya, pasti ibukota tidak sepadat sekarang. Indonesia begitu luasnya. Apalagi buat para pekerja digital, yang kebanyakan bisa kerja dari mana saja dan kapan saja. Saya bukan spesifik ke Jogja aja, ya. (Lagian udah tambah macet.) Tapi juga daerah-daerah lain di Indonesia. Malah lebih keren kalo keluar Jawa sekalian kayaknya.
Zaman sudah begitu mudah. Kalau kita bisa kerja di kota yang lebih nyaman dan tentram, kenapa engga?
Image header credit: deathtostock