“Tech industry destroys jobs, at least at surface levels. But it will create new industries in the long-run.” – Derianto Kusuma.
Sabtu lalu (23/05) saya diundang mengikuti suatu workshop bertemakan “Impact of Technology and Innovation on Youth Unemployment” yang diselenggarakan oleh Indonesian Youth Diplomacy (IYD).
Menarik apa yang dikatakan Derianto Kusuma, CTO dan co-founder dari Traveloka.com sebagai salah satu panelis workshop, tentang bagaimana teknologi menghancurkan lapangan pekerjaan dalam jangka pendek, tapi justru akan memperbanyak lapangan-lapangan pekerjaan dalam jangka panjang.
“Tech industry destroys jobs, at least at surface levels. But it will create new industries in the long-run,” kata Derianto dalam presentasi singkatnya.
Derianto memberi contoh Amazon.com, yang bisa dibilang “menghancurkan” industri penerbitan cetak yang tradisional. Namun, di sisi lain teknologi memberikan kesempatan bagi para penerbit independen untuk bersaing, akibat barrier to entry yang sangat minim.
Baca juga: Saat Bule Lebih Peduli Daripada Pemerintah Sendiri
Begitu pula dengan Traveloka, tech startup yang bergerak di bidang travel yang didirikan Derianto sejak 2012. Traveloka–yang saat ini telah mempekerjakan kurang lebih 300 orang dan memegang 10% dari semua penerbangan di Indonesia–dapat memberikan harga tiket pesawat dan hotel yang lebih murah, karena dengan teknologi, biaya operasional mereka lebih efisien.
Ya, Traveloka memang “mengambil” pekerjaan para travel agent tradisional, tapi di sisi lain memberikan kesempatan bagi hotel-hotel kecil yang tidak memiliki kapital besar, untuk dapat berkompetisi.
What needs to be done.
Logikanya, jika dalam jangka panjang teknologi akan dapat lebih memberikan kesempatan bekerja bagi banyak orang, kita harus ngapain dong untuk memajukan ekosistemnya?
Kalau kata Derianto, dukungan-dukungan yang diberikan oleh pemerintah dan berbagai pihak dalam bentuk inkubasi dan coworking spaces itu hanya “helpful at surface levels“.
Baca juga: Melirik Perkembangan Startup Digital
“Knowledge dan skill mesti disebar. Tempat, okelah. Tapi apa mereka duduk di tempat itu mereka tahu mesti ngapain? Apa konsep-konsep marketing? Apa konsep teknologi? Apa konsep running a company? Challenge-nya apa?
Derianto melanjutkan, “Ya kalau yang oke, mungkin bisa cari sendiri. Tapi untuk most people, mereka perlu dibantu. Kita kan kurang bertanya aja, kurang kritis, mungkin menggampangkan, kurang aware juga. Kurang do research kadang-kadang. Yang penting kan skill dan knowledge-nya ya, jadi kalau ada cara yang efisien menyebarkan, kenapa gak?”
Baca juga: Kesalahan Startup Pemula Menurut Para Founder Senior
Disclaimer : Informasi yang tertera di artikel ini diperoleh di sebuah acara publik
Header image credit: salvomag.com
Comments 1