“I’m intimidated by the fear of being average.” ― Taylor Swift
Kalau ngelihat daftar Fortune’s World’s Greatest Leaders tahun ini yang baru aja keluar, banyak kontroversi tentang Taylor Swift yang ada di peringkat 6.
Dan mereka yang masuk di peringkat satu sampai lima adalah laki-laki, yang berarti Taylor Swift is the world’s greatest female leader tahun ini, setidaknya menurut Fortune.
Dia cuma penyanyi, tapi bisa ngalahin peringkat perempuan-perempuan lain di daftar, termasuk misalnya Mary Barra (CEO General Motors) Melinda Gates, Carolyn Miles (Presiden dan CEO Save the Children), dan Bayan Mahmoud Al-Zahran, pengacara perempuan pertama di Saudi Arabia.
Banyak yang kesel. Tapi Fortune punya alasan tersendiri, selain karena Taylor Swift adalah highest-paid woman di industri musik.
Baca juga: Melawan Pembajakan dengan Model Bisnis yang Tepat
Pertama, Taylor Swift berani menarik seluruh katalog lagunya di Spotify, dengan alasan Spotify gak ngasih cukup komisi untuk musisi.
Kedua, dia berhasil mendaftarkan beberapa frase kunci yang ada di lagunya–seperti “This Sick Beat” dan “Nice to Meet You, Where You Been?” sebagai merek dagang.
Ketiga, Taylor Swift membeli semua domain website “dewasa” yang mencakup namanya.
Mungkin setelah tiga dan lain alasan di atas dijelaskan oleh Fortune, tetep banyak orang yang gak mengerti kenapa Taylor Swift yang cuma nyanyi-nyanyi tentang mantan-mantannya doang bisa make it into the list.
Baca juga: #ziliun17: Musisi Indie Indonesia Berprestasi
Tapi, ada satu hal penting yang bisa diambil dari sini: you can be a powerful women by doing just anything.
Ya, poinnya adalah, gak harus jadi CEO di perusahaan multinasional atau masuk politik untuk bisa mempengaruhi orang-orang. Di bidang apapun, perempuan bisa jadi pemimpin. Taylor Swift misalnya, memang gak ada suatu institusi tertentu yang dikepalainya. Tapi dia jelas berani banget mengambil langkah-langkah yang menujukkan dia gak takut dibilang bitchy.
Menarik semua katalog lagunya dari Spotify karena gak dihargai cukup tinggi? Itu berarti dia punya self-respect yang bagus. Cewek lain mungkin takut dicap sombong atau mungkin gak enakan untuk melakukan langkah tersebut. Tapi gak buat Taylor.
Taytay (panggilan cute-nya Taylor) tahu bahwa dirinya punya value yang tinggi, dan dia gak ragu ngasih trademark resmi ke beberapa lirik lagunya. Ini juga bikin banyak kontroversi. Orang-orang bertanya, emang bisa gitu kata-kata kayak gitu dijadiin merek dagang? Tapi Taytay mikir, who cares?
Baca juga: Karakter Fiksi Indonesia Butuh Proteksi Hak Cipta
Dengan ngebeli semua domain yang bisa ngerusak namanya, itu tanda Taylor benar-benar menghargai dirinya sendiri dan ga terima kalau namanya dirusak pihak-pihak yang gak bertanggung jawab. Seakan-akan dia bikin pernyataan, “You can’t do anything to ruin me.”
Ya, mungkin gue jadi terlihat seperti memuja-muja Taylor Swift yang menurut temen gue adalah contoh musisi cabe-cabean. Tapi, sekali lagi, ada esensi yang kita bisa ambil, kalau jadi leader dan jadi powerful bukan dimulai dari membangun gerakan sosial yang besar atau meniti tangga corporate career.
Semua dimulai dari menghargai diri sendiri.
Header image credit: huffpost.com