“Education is mass education, for the masses, not individual.” – James Canton
Okay pertama, sebelum membaca artikel ini coba tanya ke diri sendiri apa tujuan lo menempuh pendidikan?
Kalau tujuannya masih pengen biar bisa kerja di perusahaan gede atau yang penting dapet gelar sarjana, sebaiknya lo pergi ke abad 20. Bukan bermaksud mengatakan tujuan seperti itu jelek, tapi alesan kayak gitu udah terlalu classic banget di abad 21 ini.
Gimana nggak, pasar bebas udah di depan mata. Faktor produksi ala revolusi industri (Land, Labour, Money) udah move on ke hal-hal yang gak hanya terbatas di modal, yaitu kreatifitas dan inovasi. Mungkin salah pendidikan kita juga yang masih memberdayakan kita layaknya barang pabrik yang secara ga langsung ngebentuk pola framework kerja ya kerja, bukan berdaya dan berkontribusi.
Baca juga: 3 Reasons Online Class Works So Well
Padahal akselerasi dunia kerja kita udah bertransformasi super cepat. Pekerjaan yang tadinya gak ada aja sekarang jadi mungkin ada karena adanya kreatifitas, contohnya kayak buzzer di Twitter. Akhirnya karena kurangnya kreatifitas itu, orang-orang cuma terpaku pada kesempatan kerja yang sudah ada. Apalagi tahun 2020 katanya akan terjadi bonus demografi di Indonesia, kalau nggak diiringi dengan pendidikan yang sesuai dibutuhkan, jangan salahkan persaingan dunia kerja akan semakin ketat karena gap besar antara supply dan demand tenaga kerja akan muncul.
Pertanyaanya, apakah pendidikan kita ngejamin masalah masa depan di atas?
Jawabanya enggak. Karena sekarang aja kita masih terkekang oleh standarisasi pendidikan. Yang gak mampu melampaui standar dicap bego dan gak bisa mendapat pekerjaan bagus. Padahal belum tentu orang itu berkontribusi memecahkan masalah di masa depan. Perusahaan-perusahaan maju, seperti Google misalnya, selalu melatih dan mendidik ulang seluruh calon karyawannya karena adanya gap itu.
Baca juga: Q&A: Pepita Gunawan, Merombak Cara Pandang Terhadap Teknologi Pendidikan
Solusinya? Butuh banyak stakeholder untuk bisa meretas masalah ini. Seperti universitas yang gak melulu ngajarin hal-hal berbau akademik tapi juga school of life, pemerintah yang membuat atau setidaknya mendukung ekosistem pendidikan berbasis praktik langsung, perusahaan yang menerapkan inovasi yang bisa disruptive untuk sistem pendidikan, dan sebagainya.
Yang bisa dilakukan oleh anak muda kayak kita (ceilah…) adalah meredefinisikan ulang esensi pendidikan–yang gak menuntut nilai tertulis–tapi membebaskan pikiran untuk kritis dan berkarya. Kalau pendidikan yang lo tempuh masih membentuk karakter abad 20-an, coba sesekali cari alternatif pendidikan yang bisa membuka aktualisasi diri lo, seperti beberapa website yang reinventing education yang sempat kita tulis beberapa waktu lalu, atau di Indonesia misalnya Akademi Berbagi. Gimana kita mau maju, tapi transformasi pendidikan kita aja masih kuno, ya gak?
Baca juga: Ayo Dong Sadar, Ini Lho Cara Mendidik yang Bener Zaman Sekarang!
Header image credit: blogs.msdn.com