“…many highly-talented,brilliant, creative people think they’re not, because the thing they were good at at school wasn’t valued, or was actually stigmatized. And I think we can’t afford to go on that way.” – Sir Ken Robinson
Buat lo-lo semua yang ngerasa pinter matematika dan bahasa, mungkin gak pernah ngerasain diskriminasi di sekolah gimana rasanya dianggep bodoh. Tapi buat anak-anak yang natural talent-nya gak sesuai sama “apa yang dianggap pinter oleh sistem pendidikan yang diskriminatif”, pasti sering memaki-maki sekolah.
Di Hari Pendidikan Nasional tahun lalu, Mayumi Haryoto pernah menulis sebuah artikel di Ziliun berjudul Renungan di Hari Pendidikan Nasional: Siapkah Kita Berubah?. Di tulisan ini, Mayumi mengutip Ken Robinson dalam TEDTalks-nya yang berjudul How Schools Kill Creativity, salah satu dari 11 Must-See TEDTalks.
Ken Robinson bercerita kalau di tiap negara, hierarki mata pelajaran di sekolah itu selalu sama: matematika dan bahasa menjadi prioritas, lalu pelajaran humanities, baru kemudian seni di paling bawah. Di seni sendiri pun, ada hierarki, misalnya musik dan seni rupa dianggap lebih prestigius, sementara dance ada di paling bawah.
Seperti yang pernah kita singgung di video Education is not the same as schooling, hierarki yang disebutkan tadi memang dibuat hanya untuk memenuhi kebutuhan industri, alias biar orang pada bisa dapet kerja. Padahal, kata Ken Robinson, dunia lagi berubah dengan cepat, dan dengan dinamika ini, kreativitas mestinya sama pentingnya dengan literasi. Setuju ga?
Baca juga: Masih Berpikir Kalau Pinter Matematika Itu Cerdas?
Header image credit: wikimedia.org