“If everyone had to think outside the box, maybe it was the box that needed fixing”
– Malcom Gladwell, What the Dog Saw
Umumnya, di perusahaan-perusahaan besar, ada tiga level manajemen: first-line, middle, dan top atau senior. Senior management, kayak CEO, VP, atau Chief blablabla Officer lainnya adalah mereka yang mengambil sebagian besar keputusan.
Sering ngeluh dengan birokrasi perusahaan yang ngeribetin gara-gara hierarki yang berlapis-lapis? Nah, di masa depan, hierarki ini kayaknya bakal berubah. Organisasi bakal jadi lebih flat, dan less hierarchical. Ada suatu gaya struktur organisasi baru yang mulai diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan besar.
Let us introduce: the holacracy way.
Baca juga: Setelah Lulus, Mesti Banget Kerja Sesuai Passion?
It’s About Self-Management
Holacracy diciptakan oleh Brian J. Robertson, dan mulai dilirik saat Zappos mengimplementasikan gaya ini. Intinya, Holacracy adalah gaya baru menjalankan sebuah organisasi atau perusahaan dengan menghapuskan power yang dimiliki para manajer. Nah lho? Terus gimana kalau gak ada bos atau manajer yang micro-manage sana-sini?
Caranya, di Holacracy, perusahaan membentuk tim-tim kecil yang independen dan saling terhubung. Tiap tim punya otoritas mengambil keputusan sendiri: mereka diberi suatu purpose, lalu mereka memutuskan sendiri gimana caranya mencapai purpose tersebut. Ya, kayak ngerjain tugas kelompok waktu sekolahlah. Jadi, gak perlu kesel dan capek nungguin keputusan dari atasan. It’s about self-management.
Keuntungan lainnya, adalah tiap orang dan tim jadi punya sense of belonging yang lebih tinggi ke perusahaan, karena mereka merasa berkontribusi langsung atas keputusan-keputusan yang mereka ambil.
Baca juga: Ada Hierarki, Bukan Berarti Opini Dibawa Mati
It’s What We–Millennials–Love!
Generasi kita, millennials, cocok banget kerja di perusahaan dengan sistem Holacracy. Alasannya, karena millennials cenderung lebih menjunjung tinggi demokrasi. Apalagi, millennials adalah generasi yang inovatif: kita gak suka cuma jadi robot di suatu mesin raksasa, kita mau suara dan ide kita didengar. Kalau di perusahaan konvensional manajer bisa seenaknya mendelegasikan otoritas ke orang-orang, dan keputusannya gak bisa diganggu gugat, dengan Holacracy, perusahaan jadi lebih demokratis.
Selain itu, millennials juga dikenal sebagai generasi “kutu loncat”, sering pindah kerjaan dan perusahaan dengan cepat, gara-gara bosenan. Holacracy bisa jadi solusi untuk mengatasi kebosenan itu, karena kita gak bakal kerjain satu kerjaan aja terus-menerus. Kenapa? Karena, kalau di organisasi konvensional, tiap orang punya satu job description yang jelas, di Holacracy gak ada job description, tapi roles. Satu orang gak secara “saklek” punya satu role, karena roles di sini gak didefinisikan berdasarkan people, tapi berdasarkan work. Satu orang bisa punya lebih dari satu role.
Nah, role ini sifatnya gak permanen, dalam arti bisa aja beberapa bulan pertama ada role A, terus di beberapa bulan berikutnya role A ini dihilangkan, karena misalnya perusahaan lagi gak butuh role ini, jadi semua role akan terus relevan. It minimizes the chance of having “gabut” people.
Baca juga: Masih Zaman Pilih Work Smart atau Work Hard?
It’s Not For Everyone
Walaupun Holacracy ini keren banget, tapi mungkin gaya ini gak untuk semua orang. Holacracy cocok buat organisasi yang karyawan-karyawannya berinisiatif tinggi dan penuh ide kreatif. Makanya, Holacracy banyak diterapkan oleh startup. Untuk korporasi, transisi dari sistem konvensional ke Holacracy mungkin gak akan mudah, tapi kalau Zappos bisa, kenapa yang lain gak?
Anyway, kalau kita sebagai millennials–generasi yang mendorong Holacracy tercipta–malah gak punya inisiatif dan gak kreatif, malu-maluin gak, sih? Bisa-bisa di masa depan, saat semua perusahaan udah pake Holacracy dan kita masih “old-school“, kita jadi pengangguran.
Jadi, kalau lagi mikir-mikir mau cari kerja atau bikin startup, ingat Holacracy, ya!
PS: At Ziliun, we use Holacracy, obviously!
Baca juga: Modal Kerja: Bukan Ijazah, Bukan Pengalaman, Tapi Attitude!
Header image credit: dltv.com
Comments 1