“Women are the world’s most underused resource.” – Hillary Clinton
Pernah ada yang bilang women are born to compete: secara alamiah selalu bersaing siapa yang paling cantik, paling modis, paling pinter, dan paling bisa dapetin suami yang oke.
Entah apa yang membentuk perempuan kayak gini (mungkin budaya yang overglorifying kompetisi-kompetisi seperti beauty pageant dan lain-lain, atau sinetron-sinetron gak mutu), yang jelas ini udah kelihatan banget sejak kita SMP dan SMA, di mana senior cewek suka ngelabrak junior ceweknya hanya gara-gara “belagu”, “sok cantik” atau “ganjen” sama senior cowok.
Emang ada sih, cewek-cewek yang tulus ikhlas bersahabat dan selalu saling mendukung satu sama lain. Tapi, ngaku aja, bahkan cewek yang geng-gengan rame sampai bersepuluh pun, di belakang saling ngomongin satu sama lain. Gampang banget dari mulut cewek keluar kata-kata kayak, “Dia sih modal cantik doang, tapi gak ada otaknya” atau “Terlalu ambisius sih dia jadi gak nikah-nikah”.
Baca juga: Q&A: Mayumi Haryoto, Tetap Kompetitif di Tengah Stereotipe dan Double Standard
Udah tahun 2015, hal-hal jahiliyah kayak gini pun masih mengakar. Padahal, seperti yang Ziliun sering sampaikan lewat Trivia Ziliun di bulan ini, perempuan masih underrepresented di berbagai bidang. Kita butuh lebih banyak pemimpin perempuan. Masalahnya, gimana mau lebih banyak pemimpin perempuan kalau perempuan masih suka saling nge-judge satu sama lain?
Padahal, ini udah bukan zamannya kompetisi, tapi zamannya kolaborasi. Yang sering orang koar-koarkan sebagai women empowerment atau pemberdayaan perempuan itu gak bakal kejadian kalau misalnya perempuan-perempuan sendiri, terutama perempuan muda, gak saling memberdayakan satu sama lain.
Baca juga: Nixia, Kibarkan Eksistensi Perempuan di Dunia Gaming
Inilah yang jadi alasan Kibar bersama dengan Sesparlu Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan FemaleDev Summit 2015, sebuah konferensi yang bertujuan memberdayakan perempuan muda Indonesia dengan teknologi. Acara yang mendatangkan panelis seperti Betty Alisjahbana, Hanifa Ambadar, Putri Tanjung; dan Monica Carolina ini bakal jadi ajang para perempuan innovator, creator, makers, yang mau bikin impact lewat teknologi. Pesertanya sendiri adalah 70 cewek-cewek berprestasi yang secara khusus dikurasi dari berbagai bidan, mulai dari cewek-cewek mahasiswa IT, praktisi PR, travel blogger, sampai management consultant.
FemaleDev Summit simply ingin jadi salah satu ajang perempuan-perempuan progresif untuk bisa saling berkolaborasi. Capek kan kalau dikit-dikit ngomongin cewek lain dan mikir, “Gue lebih oke dari dia gak, ya?”. Mendingan mulai sekarang berpikir lebih terbuka, dan sama-sama saling memberdayakan demi terciptanya pemimpin-pemimpin perempuan yang luar biasa.
Baca juga: Tavi Gevinson dan Rookiemag: Merayakan Kompleksitas Remaja Perempuan
Header image credit: huffingtonpost.com