Ini tuh santer banget ya terdengar dimana-mana, mulai dari pengamatan mama saya di rumah hingga seorang teman dari Jepang. Kalau mama saya sih memang punya jiwa dagang gitu, jadi beliau bisa banget deh urusan jual-beli, suatu benda yang aslinya berharga berapa bisa dijual beliau dengan untung yang lumayan deh.
Nah kalau teman saya yang dari Jepang ini sebenernya kita ketemu dalam suatu kompetisi, dan di kala itu dia sempat menanyakan tim kami dari Indonesia tentang pola belanja di masyarakat di Indonesia dan gimana pendapat kami bila orang Jepang ingin memasarkan produk curry rice mereka di Indonesia. Iya, karena ternyata cara pemasaran itu sedang dilombakan dan curry rice adalah sebuah produk yang sering dikonsumsi dan dicintai oleh para penduduk negeri sakura itu.
Baca juga: Anggia Kharisma dan Pentingnya Berkolaborasi Dalam Industri Kreatif
Pertanyaan itu berujung ke diskusi yang cukup panjang, tapi kesimpulannya, orang dari negara lain aja sampai segitunya bikin lomba marketing plan produk mereka spesifik menargetkan negeri kita, bukan ke negara lain loh. Hal ini dikarenakan masyarakat kita cenderung mudah dirasuki produk luar gitu loh. Adaptasinya gampang, dan daya belinya ada.
Kalau bukti diatas mungkin kan personal banget nih. Tapi bener deh, karena, sebagai orang yang suka ikut lomba, saya tentunya suka mengedukasi diri, atau yah bisa dibilang mempelajari teknik lawan deh, salah satunya dengan nonton video mereka. Salah satu video yang saya tonton itu dari ajang lomba marketing plan yang diadakan oleh salah satu perusahaan kosmetik ternama di dunia, kalau disebutin namanya pasti pada pernah denger deh, apalagi para kaum hawa. Di video itu yang bisa kamu stream di YouTube juga, salah satu tim di ajang finalnya menyatakan salah satu strategi promosi mereka adalah kepada konsumen dari Indonesia. Kenapa? Karena kita konsumtif, dan itu udah pasti berdasarkan fakta yang ada deh, secara itu udah di final lomba yang tarafnya internasional dan jurinya orang penting di industri itu.
Kita konsumtif, kita mudah adaptasi produk baru, itu membuat kita cenderung punya pola belanja yang nothing to lose gitu loh sadar ga sadar, lucu dikit beli, keren dikit gesek kartu, padahal butuh amat kan juga nggak trus nyeselnya belakangan. Cyclenya ituuuuuu aja. Pola belanja ini mulai menjalar deh ke segmen baru, event.
Baca juga: Supaya Industri Maju, Kreator dan Publisher Cuma Harus Ketemu!
Belakangan ini mulai banyak kan acara bertebaran di Jakarta. Banyak yang gratis, banyak yang bayar, tapi percayalah, segratisnya acara, tetep aja pasti ada yang kamu keluarin, kaya misal beli makan atau sesimpel air mineral yang kadang suka jadi overprice gitu tapi ya berhubung kamu udah haus dan ga ada lagi yang jual, yaudah deh. Pengeluaran kecil ataupun besar gini sebenernya ga gitu masalah lah ya, selama acara yang kamu ikutin itu memang bener – bener bernilai, tapi pada nyatanya, banyak acara itu kita asal ikut karena ikut-ikutan temen aja dan biar dianggep gaul aja padahal sebenernya ya acaranya itu biasa – biasa aja.
Kebiasaan yang cincay aja ini mulai dimanfaatkan para pengusaha untuk membuat event yang skalanya besar dan dijual dengan nilai gaul dan keren aja hanya untuk mereka mendapatkan profit atau semata meningkatkan awareness suatu brand. Yang penting gede, meriah, banyak yang dateng, mereka untung gede, tapi ga mikirin apa yang bisa dibawa pulang oleh para pengunjungnya selain bukti check-in di sosial media atau konten foto/video kekinian ya kalo kata orang – orang sekarang.
Tapi balik lagi, apa sih esensinya, apa sih artinya buat pengunjung, kadang malah ga ada artinya gitu loh.
Baca juga: Bikin Film Harus Berani Kayak Filosofi Kopi
Buah pemikiran apakah acara gede meriah yang selama ini diadakan di ibukota punya arti atau ngga buat pengunjungnya sebenernya buah pemikirian ini ga asli berasal dari saya sendiri, ini berasal dari seorang pemimpi yang ga pernah lelah berusaha, yang kini tengah mewujudkan sebuah acara yang bertujuan merayakan kreator lokal di agustus ini dengan bantuan berbagai pihak. Selama sudah 4 tahun beliau membantu perwujudan acara ini, banyak cerita beliau yang benar – benar menunjukkan idealisme sebuah acara seharusnya dan bagaimana beliau merealisasikannya sehingga pengunjung acara itu membawa pulang hasil yang berarti.
Tahun lalu, pekan kreatif POPCON ASIA 2014 diadakan dan menarik … pengunjung, salah satunya adalah sepasang suami istri yang awalnya sang suami sejujurnya hanyalah orang biasa yang belum punya nama lah istilahnya di industri popular culture. Tahun lalu, setelah kembali dari POPCON ASIA di SMESCO, sang suami mulai berkarya dan menekuni hobinya, disamping itu ia dan sang istri terus menabung untuk menyewa salah satu booth di POPCON ASIA 2015 tahun ini, sehingga sang suami ini bisa mengenalkan karyanya ke sesama pencinta pop culture di Agustus mendatang.
Cerita ini asli dan saya dapatkan dari sosok pemimpi yang saya kenal tadi, seorang yang selalu berusaha membangun Indonesia menjadi lebih baik. Tahun ini bersama 25 orang lain di kantor sederhananya di Menteng dan beberapa partner perusahaan lain, acara POPCON akan diwujudkan lagi, bigger, better, and to celebrate creators. Acara dimana para pengunjung bisa tetep bersenang – senang tapi juga membawa hasil yang berarti melalui berbagai workshop hingga panel discussion yang akan diluncurkan tanggal 7-9 Agustus nanti, hingga pada akhirnya kamu bisa menjadi kreator, ga cuma terinspirasi aja loh, tapi bener – bener punya modal pengetahuan dan teman – teman yang sama – sama berjuang di industri kreatif Indonesia ini. Sehingga kita ga cuma melulu jadi yang beli komik luar, nonton film luar, tapi mulai menghasilkan.
Baca juga: Ami Raditya, Lulusan Hukum yang “Gatal” Ngebikin Media Game
Artikel ini…
Promosi? Nggak. Subjektif? Banget.
Tapi toh Ziliun kan bukan media yang harus objektif, kita cuma menyuarakan aja perspektif lain dari hal yang umumnya ada. Coba pikir, berapa banyak sih event yang bener-bener punya arti dan bisa menjadikan kamu orang yang lebih baik?
Image header credit: picjumbo.com