Tahun lalu, Pemprov Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 181 / 2014 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Data dan Informasi Pembangunan. Intinya sih, itu peraturan bagi setiap jajaran pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk membuka datanya ke masyarakat.
Buat yang masih awam sama open data, Ziliun sempat ngobrol nih dengan Prasetyo Andy Wicaksono (Paw)–CEO dari LayangLayang Mobile–yang aplikasi buatannya tahun lalu memenangkan #HackJak, open data hackathon pertama yang disponsori oleh Pemprov DKI Jakarta.
Di #HackJak waktu itu, para developer diberi tantangan membuat aplikasi yang berhubungan dengan anggaran atau transportasi publik. Pemprov DKI Jakarta membuka data yang mereka punya, yang berhubungan dengan kedua isu tersebut, untuk digunakan oleh developer dalam pembuatan aplikasi. Kebetulan, tim Paw memilih membuat aplikasi untuk mengedukasi masyarakat mengenai anggaran, yang diberi nama Awasi, Pelajari Belanja Daerah (APBD).
“Data anggaran itu kan udah di-publish pemerintah. Tapi kalau kita orang awam, jarang yang buka situs pemerintah terus ngelihat anggarannya. Apalagi, banyak istilah-istilah asing seperti belanja langsung, belanja tidak langsung, SKPD, dan lain-lain,” kata Paw.
Baca juga: Coming (Hopefully) Soon: Smart City
Melalui aplikasi tersebut, Paw dan timnya ingin mengedukasi masyarakat tentang anggaran pemerintah, dengan cara membuat informasi anggaran lebih gampang dicerna oleh masyarakat awam. Misalnya, ada informasi Top 3 Penyerap Anggaran Terbesar dan Top 3 Penyerap Anggaran Terkecil.
Kemudian, lewat aplikasi APBD, pengguna bisa mengetahui persentase anggaran untuk sektor atau urusan tertentu–bagaimana rencana penyerapan dan berapa anggaran yang sudah terserap–agar juga dapat mendukung fungsi kontrol.
“Di situ kan user bisa melihat, kalau penyerapan sangat rendah, atau misalnya ada problem atau tekor, ini ada apa nih?”
Dari pengalaman mengembangkan aplikasi untuk open data ini, menurut Paw, salah satu kendala yang dihadapi adalah ketidaksiapan data. Dengan kata lain, data yang ada belum ter-update dengan baik.
Baca juga: SFPark, Inovasi Smart Parking di San Fransisco
“Pemerintah sadar itu (open data) adalah masalah yang urgent, cuma dulu belum ada resource teknis untuk mengolah data-data. Karena dulu kan baru sebatas peraturan gubernur, belum ada eksekutornya. Sekarang pasti akan jauh lebih baik karena sudah ada tim sendiri, misalnya UPT Smart City. Apalagi kemarin kan sempat ada ricuh anggaran yang tentang UPS itu. Mata semua orang tertuju ke anggaran, tunggu apalagi untuk gak membuka data dengan lebih aktual?” kata Paw.
Itu yang bisa dilakukan pemerintah. Gimana dengan developer?
“Developer gak cuma bisa menggunakan data atau menjadi konsumen, tapi juga bisa membantu men-generate data. Misalnya dengan menambah data yang baru, melengkapi data yang udah ada atau bahkan mungkin mengoreksi data yang salah. Datanya bisa didapat dari masyarakat, developer, atau crowdsourcing. Bermain dengan data bukan berarti developer hanya mengonsumsi aja,” tutup Paw.
Baca juga: 5 Kunci Membangun Grassroot Movement di Kota
Header image credit: mysmartcity.ro
Comments 2