Silicon Valley is a mindset, not a location.” – Reid Hoffman
Jaman sekarang, tech-enthusiast mana sih yang belum pernah denger tentang Silicon Valley?
Silicon Valley adalah sebuah kawasan di Amerika yang menjadi rumah dari sejuta startup dan perusahaan teknologi. Mulai dari startup yang baru terdengar seperti Uber dan Airbnb, hingga perusahaan teknologi yang sudah sangat terkenal seperti Adobe, Apple, dan juga Google.
Sering terdengar wacana bahwa kota Bandung akan dijadikan “Silicon Valley-nya Indonesia”. Tapi apa sih sebenarnya yang benar-benar membedakan antara Silicon Valley dengan kota lainnya?
Pada tanggal 19 Maret 2016 lalu, The Backstage menghadirkan 2 pembicara dan 1 moderator yang baru aja pulang dari Silicon Valley untuk mengikuti acara Google Launchpad Accelerator loh!
Mereka adalah Gibran Huzaifah, CEO dari eFishery dan juga Robi Tanzil Ganefi, CTO dari Kakatu. Mereka berdua baru aja selesai mengikuti sebuah acara yang diselenggarakan oleh Google langsung di kantornya yaitu Googleplex, Mountain View.
Oh iya, pada acara ini mereka ditemani oleh Yohan Totting, seorang Google Developer Expert on Web Technology yang bertugas sebagai moderator. Berbeda dengan kedua pembicara diatas, Yohan datang pada acara Google Launchpad bukan sebagai peserta, melainkan sebagai mentor.
Baca juga: Bagaimana Menjaga Semangat Tim Kita?
Ketika ditanya pertanyaan tentang perbedaan antara Silicon Valley dengan Bandung, Gibran menceritakan ada 3 perbedaan utama yaitu:
- Mentalitas yang ambisius dan ingin mendunia
Menurut Gibran, perbedaan mentalitas inilah yang harus dijadikan contoh pada para startup founder di Indonesia. Ingin mendunia bukanlah berarti hanya ingin mendapatkan uang lebih banyak aja. Melainkan mereka ingin mendunia agar bisa memberikan impact yang lebih besar kepada seluruh dunia.
- Teknologi gap sangat kecil
Karena tinggal di lingkungan yang penuh dengan perusahaan teknologi, para startup founder di Silicon Valley ini tentunya memilki akses yang lebih besar kepada teknologi-teknologi baru. Sehingga mereka bisa lebih dulu bereksperimen dan membuat produk lebih cepat.
- Talent dengan work ethic yang luar biasa
Ngga dapat dipungkiri kalo para talent yang ada di Silicon Valley ini emang sangat luar biasa. Selain dari jebolan universitas papan atas seperti Harvard University, MIT, Yale University, ataupun Stanford University, rata-rata founder disana juga udah terbiasa dengan budaya meritokrasi. Gampangnya, meritokrasi adalah keadaan dimana yang berprestasilah yang memimpin, ngga peduli usia ataupun jenis kelamin.
Selain dari ketiga perbedaan diatas, Robi juga menambahkan,
“Yang kita dapatkan dari sana adalah arti fokus dari sebuah produk. Awalnya kita memikirkan banyak fitur akan disukai user. Setelah dari sana, kita sadar bahwa user kita hanya butuh dua saja. Jadi kita harus mengeliminasi fitur-fitur yang banyak itu dan fokus kepada dua fitur saja.”
Baca juga: Mengenal Lebih Dalam tentang Venture Capital
Jadi, bisa ngga sih Bandung menjadi “Silicon Valley-nya Indonesia?
Tentunya, kalo dilihat dari perbedaan menurut Gibran dan Robi, Bandung masih bisa untuk menjadi “Silicon Valley-nya Indonesia”. Namun menurut Yohan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi para startup founder di Indonesia, yaitu:
- Ubah mindset yang ada tentang startup
Masalah mindset ini memang harus diubah. Di Indonesia kebanyakan mindset orang-orang adalah “Saya dapet invesment satu juta dollar” jarang yang berpikir “Saya membantu satu juta petani”. Ubahlah mindset membuat startup untuk mendapatkan investasi menjadi membuat startup untuk memberikan impact kepada masyarakat.
- Buatlah impact yang besar
Untuk memberikan impact yang besar, masalah yang dipecahkan juga harus benar-benar masalah yang terjadi secara nyata di masyarakat, bukan masalah yang dibuat-buat. Bagaimana caranya agar tau masalah yang kita pecahkan adalah benar-benar masalah yang nyata? Do a validation first, ask the target market.
- Keinginan untuk berbagi & membantu
Silicon Valley memiliki sebuah kondisi yang ngga dimiliki oleh kondisi industri teknologi di tempat lain. Di sana antara alumni startup yang telah sukses dengan yang belum sukses terjalin dengan sangat erat. Ngga ada yang saling memamerkan kesuksesan yang telah diraih, semua berhubungan dan berkomunikasi dengan penuh rasa respect dan tidak ada keangkuhan. Semangat saling membantu yang terus terjaga.
Kesimpulan yang bisa gue ambil pada acara The Backstage kali ini adalah bukannya ngga mungkin Bandung menjadi seperti Silicon Valley, yang perlu kita lakukan adalah mengubah mindset, mempersiapkan mental dan berbagilah kepada sesama. Good Luck!
Baca juga: Belajar Membesarkan Bisnis dari Mendaki Gunung Everest
Image header credit: picjumbo.com
Comments 1