Anak zaman sekarang adalah generasi teknologi. Generasi yang dari lahir sudah bisa langsung mahir memainkan gadget tanpa perlu buka buku manual. Generasi yang memiliki keingintahuan lebih dan memiliki “jiwa pemberontak” untuk mengubah segala sesuatunya dengan cara mereka. Jadi percayakan saja dunia ini menjadi lebih baik di tangan mereka.
Jika dulu orang harus repot-repot mengirimkan opini mereka ke redaksi koran agar semua orang bisa mendengar gagasannya, saat ini kita telah memiliki media sosial yang dengan mudah dan cepatnya menyebarkan gagasan kita. Hanya dengan tombol share, semua orang bisa membagikan opininya dan segala sesuatunya menjadi transparan. Yup transparan! Semua yang terjadi saat ini semuanya terlihat.
Tapi nggak semua orang siap dengan perubahan jaman yang seperti ini, salah satunya adalah orang-orang yang selalu berkomentar menggunakan embel-embel “anak zaman sekarang” sebagai bentuk penghakiman atau judging.
Orang tipe yang kayak gini selalu ada di setiap zaman dan tugasnya selalu cuma satu, yaitu meragukan anak zaman sekarang dan selalu merasa bahwa zamannyalah yang paling bagus. Ibaratnya mereka ini para pengenyam frasa yang dihias wajah pak Harto itu: “Piye kabare? Enak zamanku toh?”, tipe yang hanya bisa menyalahkan generasi berikutnya, nggak bisa move on dari kejayaan masa lalu dan terus membanggakan generasi sendiri.
Baca juga: Anak Muda Gak Boleh Hidup Jadi Medioker!
Sebenernya sih membanggakan generasi sendiri itu sah-sah aja, tapi yang nggak bener adalah merasa generasinya sendiri yang paling benar dan menyalahkan generasi berikutnya. Contoh nih ada komentar seperti;
“Anak zaman sekarang itu kurang ajar semua. Nggak berpendidikan. Nggak kayak anak jaman dulu. Ini nih akibatnya kebanyakan blablabla…”
Hal yang nggak mereka sadari itu,
Pertama, anak zaman sekarang itu hasil didikan zaman kapan yah? Kalo dari pertanyaan itu sih, udah tahu kan siapa yang mesti disalahkan kalau misalnya mau main salah-salahan nih. Ada sebuah kutipan yang saya suka dari sebuah komik, kurang lebih berbunyi seperti ini:
“Dunia ini adalah milik anak-anak. Orang dewasa hanya meminjamnya dan membuatnya menjadi tempat yang lebih baik untuk dikembalikan lagi kepada anak-anak. Jika mereka dewasa, mereka akan berbuat yang sama”
Ya, dunia ini seperti sebuah tongkat estafet yang diberikan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Daripada meragukan generasi berikutnya yang sedang membawa tongkat itu, kenapa tidak coba percaya bahwa “tongkat” itu akan sampai ke garis finish yang tidak pernah kita lihat?
Kedua, mereka yang meragukan generasi berikutnya adalah orang-orang yang kurang kreatif. Ketimbang nge-judge dan banggain generasi sendiri, kenapa nggak coba beradaptasi dengan generasi saat ini dan berinisiatif membuatnya lebih baik? Sederhananya sih murid sekarang udah nggak bisa diajarin pake sistem guru jaman dulu. Kalo dipaksakan ya jangan salahkan murid dengan menyebutnya bodoh. Gurulah yang harus kreatif membuat sistem ajar baru. Kalo nggak bisa pakai komputer, ya belajar pakai komputer! Bukannya bertahan dengan sistem konservatif yang dianggap benar. Tapi kalo kedua sistem itu bisa dikolaborasikan menjadi lebih baik yaa it’s okay.
Baca juga: Kalau Mau Upgrade dari Nasi Pecel ke Fillet Mignon, Ya Usaha!
Ketiga, mereka lupa kalau yang terjadi saat ini bisa jadi pernah ada di zamannya sendiri. Seperti yang saya katakan di awal, mereka yang punya mental judgmental terhadap generasi berikutnya adalah mereka yang kurang siap menerima perubahan yang menunjukkan semuanya secara transparan. Contoh sederhana adalah foto anak SMP pacaran yang beredar di media sosial. Kalo ditelusuri sih pasti di zaman terdahulu juga ada, bedanya nggak terlihat aja.
Anak zaman sekarang adalah generasi teknologi. Generasi yang dari lahir sudah bisa langsung mahir memainkan gadget tanpa perlu buka buku manual. Generasi yang memiliki keingintahuan lebih dan memiliki “jiwa pemberontak” untuk mengubah segala sesuatunya dengan cara mereka. Jadi percayakan saja dunia ini menjadi lebih baik di tangan mereka sambil kita awasi dan tuntun tentunya.
Salam saya dari generasi 90-an. *eh
Baca juga: Ya Sudah, Ikut Arus Saja