Cerita tentang gaya hidup profesional muda sedang banyak diulas. Bermula dari India, bagaimana para pekerja muda rela tidur di mobil, atau kelaparan demi memiliki mobil mewah atau jam tangan mahal. Mereka berlomba-lomba “mengadu” penampilan fisik dengan harapan bisa naik kelas dan diterima di kalangan atas untuk memudahkan karirnya. Cerita itu bukan hanya milik India, di Indonesia terutama Jakarta pun banyak. Para pekerja muda bergaya hidup konsumtif, makan di restoran mahal, menggunakan gadget terkini demi citra diri dengan menumpuk hutang di kartu kredit. Hingga akhirnya gaji habis untuk cicilan utang, tanpa tahu kapan bisa melunasinya.
Saya pikir cerita di atas hanya ada di kota besar. Beberapa hari ini saya pulang kampung bertemu teman lama dan teman masa kecil. Cerita tentang kehidupan mereka membuat saya terhenyak. Bagaimana gaya hidup yang konsumtif telah menjerumuskan mereka ke dalam persoalan besar hidupnya, bercerai dari pasangan, keluarga berantakan hingga masuk ke penjara.
Baca juga: Manusia Pelacur
Ada apa dengan dunia ini? Kehidupan material sudah merasuki jauh ke dalam pikiran manusia. Mereka seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri, larut dalam hidup yang materialistik. Bahkan hingga mengorban keluarga serta kebebasannya. Apakah gaya hidup yang demikian sudah merasuk hingga ke kota-kota kecil dan manusia kehilangan jati dirinya?
Saya patut bersyukur, menjalani hidup dengan wajar. Salah satu yang menyelamatkan saya adalah menjadi relawan Akademi Berbagi. Dan saya pun menemukan “value hidup” dengan bekerja sukarela tanpa bayaran, tanpa kedudukan. Ketika ada orang datang mengucapkan terima kasih karena hidupnya berubah menjadi lebih baik dengan mengikuti Akademi Berbagi, itu adalah puncak rasa kebahagiaan yang tidak bisa dinominalkan. Ukuran sukses pun kemudian menjadi berbeda.
Baca juga: Seberapa Sih Value Diri Gue dan Pekerjaan Gue?
Padahal apa yang ingin diraih manusia, dengan bergaya hidup konsumtif dan material dengan melampaui kemampuan, sejatinya sama dengan ketika kita menjadi relawan. Selama menjalankan Akademi Berbagi, saya memiliki jaringan yang luas hingga ke kalangan atas, para CEO, para Menteri dan pimpinan pemerintahan. Ketika menjadi relawan, saya mengasah kemampuan berbicara di depan umum dengan percaya diri, tanpa perlu jam mahal atau gadget terkini. Bahkan karir saya pun ikut maju dan berkembang.
Saya bukan menganggap materi itu tidak penting. Tetapi meletakkan materi di atas segalanya itu menjerumuskan. Saya selalu berpesan pada para relawan, bekerjalah dengan giat, dan jadilah orang kaya dengan cara yang benar sehingga bisa mandiri dan berdaya. Dengan sukses secara materi, minimal tidak merepotkan orang lain, dan yang lebih utama adalah membantu lebih banyak orang. Jadi relawan tidak identik dengan kemiskinan. Justru relawan adalah orang yang merdeka, bisa berdiri di atas kakinya sendiri dengan kokoh sehingga bisa menolong yang lainnya.
Hari ini Akademi Berbagi memasuki usianya yang ke-enam tahun. Mungkin masih usia yang kecil walau sudah melewati masa balita, tetapi untuk pekerjaan yang “hanya” bermodalkan komitmen dan konsistensi ini adalah usia panjang. Perjalanan mengelola Akademi Berbagi bukan perjalanan yang mulus penuh suka cita, tetapi jalan terjal dan sesungguhnya jauh dari popular. Jatuh – bangun – jatuh – dan harus bangun lagi agar terus bisa memberikan manfaat bagi sesama. Kami hanya memiliki satu mantra agar terus berjalan dan tidak menyerah dengan kesulitan, yaitu, “bekerjalah dengan gembira” karena berbagi bikin happy.
Baca juga: Hidup Untuk Bekerja, Atau Bekerja Untuk Hidup?
Tetapi semua perjuangan itu sangat layak, bahkan untuk kebahagiaan pribadi. Banyak hal positif bisa saya raih. Berbagai penghargaan saya terima dan kesempatan bertemu dengan tokoh nasional serta internasional pun saya peroleh. Yang lebih menyenangkan lagi adalah saya memiliki teman dari Aceh hingga Nusa Tenggara, dari pejabat tinggi hingga mahasiswa. Jaringan yang terbentuk lintas geografi, lintas posisi dan lintas generasi. Kalau tidak menjadi relawan Akademi Berbagi saya tidak mungkin memiliki itu semua.
Usia 6 tahun saatnya kami melakukan refleksi. Mengingatkan kembali tujuan awal Akademi Berbagi, yaitu membuka kesempatan belajar seluas-luasnya agar manusia Indonesia bisa lebih berkualitas. Mengajak teman-teman untuk menjadi relawan, bukan hanya di Akademi Berbagai tetapi di gerakan mana pun. Karena dengan menjadi relawan kita bisa mengasah kemampuan diri, kemampuan berorganisasi hingga belajar menjadi pemimpin yang tangguh tanpa perlu terjebak pada hidup yang konsumtif dan material semata.
Untuk para relawan Akademi Berbagi, bekerjalah lebih giat lagi karena semakin lama perjalanan kita semakin besar pula tantangannya. Pupuk kembali semangatmu, dan kembangkan kreativitas untuk memajukan Akademi Berbagi sehingga berkembang luas dan memberikan lebih banyak manfaat untuk sesama. Jangan lupa tingkatkan kemampuan diri agar para relawan menjadi manusia yang tangguh dan berkualitas. Karena kalianlah sejatinya para calon pemimpin masa depan.
Selamat ulang tahun Akademi Berbagi, mari kita bangun negeri!
Baca juga: Ainun Chomsun: Di Social Media, Tidak Ada Batasan Gender
Artikel ini ditulis oleh Ainun, dan sebelumnya dipublikasikan di sini.