Andreas Senjaya, CEO Badr Interactive, beberapa waktu lalu berangkat ke San Fransisco untuk mengikuti program inkubasi dan akselerasi 500accelerator yang diselenggarakan oleh 500startups. iGrow, salah satu startup dari Badr Interactive termasuk dalam 52 startup terpilih dari seluruh dunia untuk mengikuti program tersebut selama 4 hingga 5 bulan ke depan.
Perjalanan Andreas Senjaya di San Fransisco tentunya punya banyak ilmu dan pengalaman yang bisa dipelajari. Oleh karena itu, Ziliun akan berbagi tulisan dari Mas Jay selama ia mengikuti program 500accelerator ini. Untuk apa? Berbagi ilmu dan pengalaman, supaya kamu juga bisa ikut belajar apa yang Mas Jay dapatkan di program ini.
Sepekan terakhir di program akselerasi bisnis yang saya ikuti bersama 500 Startups adalah pekan yang sangat padat. Pekan kemarin dinamakan sebagai Marketing Hell Week, disebut seperti itu karena kami didatangkan banyak sekali pemateri dari berbagai macam bidang, terutama dalam bidang pengembangan bisnis dan marketing untuk startup.
Tujuan dari Marketing Hell Week ini adalah memberikan pembekalan kepada kita dari para founder startup atau pelaku bisnis lainnya tentang bagaimana menciptakan growth yang baik baik startup kita. Berbagai macam hal dipelajari di pekan ini, mulai dari marketing B2B/B2C, funnel marketing, content marketing, paid acquisition (display ads, Facebook, Pinterest, YouTube, dll), SEO, re-marketing, referral marketing, hingga growth hacking.
Salah satu sesi yang paling membekas bagi saya adalah sesi talkshow bersama James Currier. Bisa dilihat dari sederetan portfolionya, dia adalah founder dari beberapa startup yang dikenal berhasil dalam menciptakan growth yang sangat tinggi dari aspek revenue maupun user.
Baca juga: Mengapa Pengembangan Produk Startup Sering Kali Gagal Menghasilkan Growth?
Salah satu startup yang pernah didirikan oleh beliau adalah Tickle di tahun 1999, social media yang pada jamannya telah memperoleh 200 juta pengguna, lebih hebatnya lagi bisa memonetisasinya menjadi pendapatan senilai USD 38 juta. Tickle menjadi website dengan traffic tertinggi nomer 18 sedunia dan mendapatkan penghargaan sebagai website dengan growth tercepat saat itu hingga akhirnya dibeli oleh monster.com.
Tidak sampai di situ saja, ia juga menginisiasi startup-startup lainnya yang kesemuanya bisa mengakusisi lebih dari 10 juta orang dan memvalidasi bisnis modelnya dalam waktu singkat seperti Wonder Hill, Iron Pearl, dan Jiff. Ia juga menjadi advisor dan investor banyak startup yang fokus pada network dan marketplace besar seperti Path, Angelist, Flickr, Paypal, Goodreads, Lyft, change.org, Fitmob, dan lainnya bisa dilihat lengkap di profile Angelist-nya.
Dalam sesi talkshownya ia tidak membahas tentang taktik ataupun tools dalam menciptakan growth atau biasa disebut dengan istilah ngetren saat ini sebagai growth hacking. Tapi ia banyak membahas bagaimana bisa memiliki mindset yang produktif untuk senantiasa menciptakan growth bagi setiap startup yang sedang kita geluti.
Baca juga: Memulai Strategi Email Marketing untuk Startup
Memang secara tidak sadar kita sering kali tercebak tentang taktik atau tools alih-alih landasan berpikir dan strategi inti dalam menciptakan performa bisnis sebuah startup, padahal taktik atau tools senantiasa berubah.
Sebagai contoh kita sering mendengar momentum pertumbuhan user Airbnb diciptakan saat mereka menggunakan platform Craiglist untuk setiap properti yang ada di Airbnb, atau YouTube yang menggunakan channel Myspace sebagai generator user dalam waktu singkat. Kita tentu tidak akan bisa menggunakan Craiglist atau Myspace saat ini dan berharap hasil yang sama seperti yang didapatkan Airbnb dan YouTube di saat itu.
Mindset #1 Fokus kepada psikologis user yang diciptakan oleh produk startup kita
Setiap startup yang membutuhkan user dalam jumlah besar dan berhasil punya growth luar biasa dalam hal tersebut hampir pasti menawarkan insight yang powerful untuk penggunanya.
Contohnya Facebook, menawarkan fasilitas bagi kita yang ingin memperlihatkan diri kita untuk bisa disukai orang lain, orang bisa melihat diri kita dengan Facebook. Snapchat bisa menggebrak karena menawarkan alternatif fasilitas berkomunikasi bagi mereka yang tidak suka tampil di depan umum. Atau Etsy menawarkan barang-barang untuk mereka yang ingin tampil unik dan berbeda dari barang-barang yang dijual di pasaran. Selalu ada insight kuat yang ditawarkan dalam setiap produk tersebut.
Pertanyaan pertama yang harus sudah selesai kita jawab untuk bisa menjadi startup berorientasi user adalah, “apa value produk kita bagi user kita?”.
Di era yang sudah overload dengan informasi akan semakin sulit bagi kita untuk merealisasikan dan mendeliver value signifikan terasa dan membuat kondisi lebih baik, tapi justru disitulah tugas seorang entrepreneur, menciptakan value dari produk atau jasa yang mereka tawarkan.
Market kita saat ini sudah punya banyak hal dalam hidup mereka, mereka mungkin sudah punya keluarga, rumah, kendaraan, pekerjaan, smartphone, dan kita mungkin menawarkan satu aplikasi baru atau website baru yang bisa diakses dari smartphone mereka. Jadi untuk menjadi sebuah solusi yang punya value berharga bagi mereka maka kita harus mampu mengidentifikasi psikologis mereka yang mana yang ingin kita bantu menjadi lebih baik dengan produk kita.
Baca juga: Traction Trumps Everything
Tentu saja tidak cukup jika hanya dengan minciptakan value, tapi kita juga harus bisa mendistribusikan value tersebut dengan cara tepat kepada user kita. Salah satu cara untuk mendistribusikan value yang kita tawarkan sampai ke user kita dengan baik adalah dengan mendengar dan menggunakan bahasa yang tepat untuk berkomunikasi dengan user kita.
Salah satu contoh menarik yang diberikan oleh James Currier adalah sebuah percobaannya saat mengubah kalimat “store your photo” dengan “share your photo” dalam aplikasi buatannya dia bisa menciptakan lonjakan traffic yang mempergunakan fitur tersebut dalam waktu cepat. Contoh lainnya kita bisa memakai bahasa yang lebih persuasif, misalnya kalimat “create a profile” menjadi lebih persuasif jika dirubah menjadi “start the action!”.
Tiap produk memiliki pasar yang berbeda, sehingga kita harus mampu berkomunikasi dengan cara berbahasa yang paling tepat sesuai dengan target pasar tersebut. Memakai bahasa yang tepat dapat menciptakan banyak perubahan. Bahkan mengubah penyampaian bahasa bisa mengubah cara kita memandang produk kita, bisa mengubah arah pengembangan fitur produk kita, hingga mengubah bagaimana tim kita bekerja menciptakan produk tersebut.
Baca juga: Ekosistem: Lesson Learned di Hari Pertama 500 Accelerator
Mindset #2 Growth is Never Done
Mindset yang satu ini saya akui memang sangat sulit untuk konsisten dilakukan. Mindset ini menekankan bahwa growth bukanlah sesuatu kondisi yang bisa dicapai kemudian selesai. Ia adalah proses berkelanjutan terus menerus, tidak pernah berhenti bergerak.
Kita tidak boleh cepat puas dengan capaian yang diraih dengan proses yang telah dilakukan. Itulah mengapa dalam proses menciptakan growth yang tinggi eksperimen harus terus dilakukan dan tidak pernah berhenti. Jika kita pernah mendengar konsep A/B testing, kalau bisa ada A/B/C/D/E dan seterusnya yang membuat kita bisa selalu mengoptimasi produk kita saat ini.
Seperti yang saya sampaikan di awal, taktik atau cara baru dapat selalu ditemukan untuk membawa keberhasilan kita melejitkan bisnis kita.
Saya percaya dari semua cara yang sudah ditemukan dan terbukti berhasil melejitkan growth masih banyak cara-cara lainnya yang belum terungkap, atau minimal belum kita ketahui.
Saya sendiri ingin mulai menerapkan target setiap pekan harus selalu ada 1 eksperimen yang berkaitan dengan growth yang dilakukan sehingga bisa dapat insight dari eksperimen tersebut. Mindset seperti ini akan terus membuat produk kita menjadi semakin baik dari hari ke hari.
Bersambung ke : 4 Mindset Penting untuk Meningkatkan Growth Startup (Bagian 2)
Baca juga: Sudah Benarkah Cara Kita Mengukur Kinerja Startup?
Artikel ini ditulis oleh Andreas Senjaya, dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Andreas Senjaya.
Comments 1