Bill Gates mempunyai visi agar setiap rumah mempunyai sebuah PC. Steve Jobs mengingkan untuk membuat produk terbaik yang digunakan oleh orang di seluruh dunia. Mark Zuckerberg memiliki visi untuk membuat dunia lebih terkoneksi satu sama lain dan kebebasan untuk berbagi kepada orang lain. Saking percayanya Mark pada visi Facebook tersebut, ia bahkan rela untuk menolak tawaran Yahoo yang ingin membeli Facebook senilai 1 miliar dollar.
Ketika kita ingin membuat visi untuk sebuah startup, kita harus menuliskannya secara spesifik dan detail. Memecahkan masalah yang ada, menjadi kaya, mendapat investasi, punya bisnis sendiri, semua itu bukanlah contoh dari visi. Itu adalah contoh dari tujuan, bukan visi. Jadi jangan disama-samain ya!
Berikut adalah contoh dari visi yang jelas dari Google: “To organize world’s information and make it universally accessible and useful.“
Nah, kalo kalian ngga punya visi yang jelas, startup kalian akan gampang terdistraksi. Mata kita hanya bisa melihat ke depan, tapi visi kita bisa melihat jauh ke masa depan. Mempunyai visi juga akan memberikan kita batasan agar lebih fokus. Kita jadi bisa lebih memfokuskan energi, waktu dan prioritas kita kepada satu tujuan yang spesifik terlebih dahulu. Pada akhirnya, visi ini akan membuat kita biar tetap keep on track dan mengarahkan startup kita pada haluan yang benar.
Baca juga: Tiga Bahan Bakar Entrepreneur
Sebuah startup yang sehat memiliki visi yang dapat menginspirasi semua orang yang ada pada startup tersebut, bukan hanya CEOnya aja. Startup terkenal di seluruh dunia seperti LinkedIn, AirBnB, Dropbox, Facebook dan startup yang sudah sukses lainnya memiliki sebuah visi yang unik dan menginspirasi para pegawainya. Sehingga, visi itu dapat membentuk company culture dari startup tersebut.
Disini gue bakal menuliskan tentang tiga pertanyaan yang bisa kalian gunakan untuk merumuskan visi dari startup kalian.
- Apa “brand” kita?
Brand yang gue maksud disini ngga cuman sebatas logo, gaya, ataupun visual lainnya dari startup kalian. Brand yang gue maksud ini meliputi elemen secara keseluruhan seperti bagaimana value proposition dari startup kalian, bagaimana suatu pekerjaan selesai, bagaimana pelayanannya, serta segala sesuatu yang dilakukan oleh tim startup kalian.
Sekarang coba kita liat ke salah satu online store khusus sepatu yang bernama Zappos. Brand mereka memfokuskan dirinya pada customer service. Mereka melakukan pelayanannya bukan baik lagi, tapi sangat baik. Bahkan hal sekecil apapun yang berkaitan dengan customer service pun pasti diperhatikan. Brand dari Zappos ini sangat mencerminkan kepribadian dari CEO mereka, Tony Hsieh.
Pada buku yang berjudul Branding, Adii Pienaar menyebutkan bahwa sebelum kita memulai startup kita sendiri, mulailah dengan branding terlebih dahulu. Ngga harus dari logo ataupun desain tapi tentang siapa, apa, dan kenapa startup tersebut ada.
Baca juga: Kreativitas Bukan Barang Eksklusif
- Kenapa startup kita harus ada?
Nah, pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang paling krusial yang harus kalian tanyakan dari awal. Pertanyaan yang membuat kalian terbangun setiap pagi. Pertanyaan yang akan membuat kalian berpikir “perubahan apa yang akan kita lakukan di dunia?”.
Pada bukunya yang berjudul “Start With Why“, Simon Sinek menuliskan kalo sebenernya orang tuh ngga beli apa yang kita lakukan, tapi yang mereka beli adalah kenapa kita melakukan itu. Itulah contoh kenapa iPhone bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya dalam market smartphone. Itu juga yang membuat Google melibas habis seluruh pesaingnya dalam bidang search engine seperti Yahoo, Bing, Altavista dan Baidu.
Startup yang mempunyai visi yang jelas dapat menginspirasi orang-orang untuk membuat sebuah movement. Meskipun startup kita tergolong sebagai startup yang masih kecil dan baru berisi foundernya saja, kita harus tetap bisa menjawab pertanyaan “Kenapa startup kita ini harus ada?”.
Baca juga: 3 Tips dari Marshall Utoyo tentang Memilih Co-founder
- Bagaimana kita melakukannya?
Pertanyaan “Kenapa” adalah sebuah pertanyaan yang aspirasional, setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda. Nah, pertanyaan “Bagaimana” ini adalah pertanyaan yang lebih praktikal.
Contohnya misalkan kita lihat dari sebuah startup yang sangat terkenal di Indonesia yang bernama Go-Jek.
- Apa sih yang Go-Jek lakukan? Menciptakan layanan ojek online yang aman untuk memudahkan transportasi masyarakat umum.
- Bagaimana mereka melakukannya? Membuat sebuah aplikasi yang dapat memanggil tukang ojek dengan mudah dan harga yang lebih terukur.
Jawablah pertanyaan tersebut dengan 1-2 kalimat singkat yang dapat dimengerti orang-orang. Bukan kalimat teknis yang hanya kalian yang ngerti. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kalian juga harus berkaca pada jawaban “kenapa” yang udah kalian jawab sebelumnya.
Satu hal lagi yang harus diingat adalah jangan menunggu untuk membuat visi yang sempurna baru bergerak untuk memecahkan masalahnya. Lakukanlah selagi kalian validasi, carilah visi yang menurut kalian paling “pas” untuk startup kalian. Mencari visi yang “pas” itu emang ngga gampang, tapi kalo udah ketemu, segala sesuatu yang kita lakukan akan terasa lebih mudah. Good Luck!
Baca juga: Cari Partner dengan Skill Berbeda, Tapi Punya Visi yang Sama
Gilang Agustiar juga aktif menulis tentang produktivitas, pengembangan diri, dan startup di Medium dan website pribadinya