Seneng deh rasanya sekarang ini anak muda udah pada berani unjuk gigi sama startup buatannya, seperti di ajang Seedstars World Jakarta beberapa waktu lalu. Negara kita memang punya kebutuhan tinggi akan startup yang bisa menyelesaikan real problem.
Banyak anak muda kita yang menyambut baik kesempatan-kesempatan pitching, baik sekadar untuk memenangkan kompetisi, hingga untuk mendapatkan investasi. Nyatanya, menurut Pak Ivan Sandjaja, direktur Ciputra Incubator & Accelerator, kebanyakan startup founder pemula tidak memenuhi ekspektasi ketika melakukan pitching. Ini dia penyebabnya:
Terlalu Naif
Beberapa startup yang mengaku non-profit berspekulasi gak butuh revenue model dalam startup-nya karena punya niat untuk bener-bener buat solve problem. Tapi apa yang diliat sama mentor atau investor justru adalah, “Lo yakin lo bisa nutupin seluruh biaya operasional startup lo?”. Makanya gak boleh terlalu naif. Mau for profit atau non-profit, semua tetep butuh duit.
Baca juga: Bikin Startup Bukan Buat di-Invest!
Gak Memberikan Angka yang Penting
Perusahaan-perusahaan gede seringkali melakukan market research yang kompleks untuk memvalidasi pasar. Kalau startup, gimana? Walaupun gak punya resources cukup untuk melakukan market research, banyak kok analytics tools yang simpel dan gratis/murah untuk sekadar bisa ngasih angka, untuk ditunjukkan saat pitching. Kalau cuma cerita ngawang-ngawang tanpa angka yang jelas, ya gak ada yang bakal percaya sama pitching lo.
Baca juga: Kenapa Kompetisi itu Bagus Buat Startup
Gak To The Point
Ketika presentasi mulai para startup founder– suka bertele-tele dulu menceritakan hal-hal yang sifatnya hanya pemanis, walaupun dikejar waktu. Kebiasaan kali ya orang Indonesia yang suka ngarep ada toleransi waktu ngaret dan berujung nyesel “Waduh, ga sempet ngomong lagi”. Kalau udah punya panggung sekelas Steve Jobs ya boleh storytelling dengan indah, tapi kalau masih kelas elevator pitch, to the point aja, deh!
Baca juga: Apa yang Salah dari Founder Pemula
Header image credit: cloudtract.com