Di sosial media, sempat ramai perbincangan tentang instagram story seorang fresh graduate Universitas Indonesia yang protes karena penawaran gaji yang diterimanya “cuma” delapan juta rupiah. Akhirnya, jadi banyak komentar dari netizen yang mengkritik sikap si fresh graduate tersebut.
Hmm seganteng-gantengnya lo, sepinter-pinternya lo, sehebat-hebatnya lo, gak akan bisa luput dari yang namanya kritik. Kalau lagi kena kritik, kadang ada yang jadi ciut dan muncul keinginan berubah jadi kucing aja gak sih? Eits, kucing aja kalo naik meja bisa dikritik biar gak nakal. Udah deh, terima aja. Kritik bagaikan kenyataan, gak bisa dihindari!
Tapi kalau di hati kecil lo pengen menjauhi hal itu, gak usah merasa pecundang, karena sesungguhnya itu emang manusiawi. Daripada bingung mencari cara untuk kabur, mending kita ganti pikiran dari “kritik itu monster” berubah jadi “kritik itu anugerah”. Emmmm mohon maap, kritik sebagai anugerah? Gimana ceritanya?
Kritik Hadir untuk Mereka yang “Penting”
Grant Cardone, New York Time Best-Selling Author pernah bilang kalau sukses itu bisa diukur dari seberapa banyak perhatian yang bisa kita dapatkan atas karya kita. Tapi, Perhatian akan selalu mengundang feedback dan kritik. Selain itu, Kevin Ready, seorang startup mentor juga bilang, kalau kita sampai gak dapat kritik, artinya apa yang kita lakukan itu gak penting!
Coba deh inget-inget, kalau kita lagi nyoba aplikasi baru, dan muncul pop up untuk review, sesering apa sih kita menuruti permintaan tersebut? Hehehe, gak selalu kan? Kenapa? Karena kita sering ngerasa aplikasi ini gak penting-penting amat untuk mendapatkan feedback kita.
Jadi, ketika ada orang yang rela memberikan secuil waktunya untuk memberikan kritik atas karya atau kinerja kita, mulailah berpikir “OMG our works matter THAT much to receive attention and even more valuable, feedback and criticism! “
Kritik akan Membantu Perkembangan
Percaya deh, kritik yang baik itu bukan ada untuk menyerang kita. Kalau kita bisa menerima kritik sebagai masukan dan memperbaiki hal tersebut, dijamin, kita akan berkembang menjadi lebih baik.
Losada, psikolog dan director dari Center for Advanced Research (CFAR) in Ann Arbor, Michigan, bersama Heaphy, peneliti dari University of Massachusetts telah membuktikan dalam penelitiannya–yang menganalisis rasio praise-to criticism– bahwa mereka yang menerima paling banyak kritik mengalami peningkatan yang paling pesat.
Kritik Membantu Kita Tetap Rendah Hati
Bayangin kalau kita tidak terbiasa dengan kritik. Timbul ego yang mendikte kita dan membuat kita percaya kalau kita itu sempurna. “Gak ada yang salah dari gue dan pekerjaan gue! Hahaha!” Kemudian akhirnya, tiba saatnya ketika kita mendapat kritik yang sebenarnya membangun. Apa yang terjadi? Ego kita jadi tersakiti dan malah jadi defensif supaya bisa bebas dari kritik itu. Ujung-ujungnya, kita malah ribut sama si pemberi kritik. Padahal, seharusnya kita bisa jadi lebih baik karena mendapatkan insight dari sisi pandang yang lain.
Bukannya dapet feedback buat bertumbuh, kita malah dapet reputasi yang buruk dan dicap anti kritik. Sayang banget kan?
Read also: Ternyata Antara Percaya Diri Sama Ego Itu Beda Tipis
Makanya, sekarang ucapkan, “Syukurlah, terima kasih atas kritiknya!” setiap kali kita dikasih tau soal apapun yang bisa diperbaiki dari diri kita. Positive thinking aja, kalau siapapun yang memberikan kritik, itu artinya mereka beneran peduli sama kita dan gak cuma sepik, uwu.