Backpacker gembel, itulah sebutan Mochamad Takdis atau yang akrab disapa Adis. Jalan-jalan ke Malaysia selama tiga hari hanya dengan menghabiskan 74.000 rupiah bukanlah hal yang tidak mungkin bagi Adis.
Baginya, jalan-jalan ala backpacker bukan hanya tentang menghemat budget seminim mungkin, tetapi juga tentang membangun karakteristik dan kepribadian diri. Melalui whateverbackpacker.com, Adis berbagi cerita mengenai kisah traveling-nya yang tentunya minim budget, sekaligus membuktikan bahwa dia bisa menjadi apa pun yang dia inginkan–tidak hanya menjadi travel blogger, tetapi juga seorang entrepreneur. Akhir 2014, Adis sudah membuat perusahaan berbadan hukum bernama Whatever Indonesia, dengan unit bisnis meliputi travel gears, foodcourt, dan coffee shop. Dia juga menghasilkan dua buku karyanya sendiri dan lima buku antalogi.
Di balik semua itu, awalnya Adis bercita-cita menjadi General Manager hotel bintang lima termuda. Semua usaha telah dia lakukan untuk menggapai impiannya itu, hingga menjadi salah satu trainee terbaik di Malaysia, walau pada akhirnya impian itu harus kandas karena drop out-nya Adis dari sekolah tinggi pariwisata terbaik di Indonesia pada semester 5. Keseringan traveling itu sendirilah yang membuatnya drop out dan merelakan impiannya.
Dropout mungkin menjadi titik balik dalam hidup Adis. Dari sanalah dia belajar untuk memaksimalkan apa pun yang dia punya, entah tenaga, pikiran, maupun waktu untuk mencapai apa yang diinginkan. Tak hanya itu, Adis juga dipengaruhi oleh sang bapak yang tidak memiliki pendidikan tinggi, tetapi bisa sukses.
Baca juga: #kreavi28: Roger Fatah, Berkreasi Meloncati Zaman lewat Augmented Reality
“Sempet jatuh banget, bingung mau ngapain dan kerja apaan. Kalaupun kerja di hotel ya lulusan SMK gini paling jadi waiter dan semacemnya. Makanya waktu itu saya mikir kalau yang saya punya sekarang itu cuma travel blog, dan mau nggak mau saya harus bisa memaksimalkan apa yang saya punya. Sekarang kalau ditanya lagi, apakah saya tetap ingin menjalani profesi yang sekarang? Jawabannya iya! Ini lebih keren daripada profesi yang saya cita-citakan dulu. Bukan menjadi General Manager, tetapi jadi whateverpreneur!” cerita Adis.
Mindset itulah yang tertanam hingga sekarang, bahwa pendidikan formal mungkin penting, tetapi lebih penting lagi kerja keras. Backpacking sendiri juga memengaruhi mindset Adis untuk selalu berpikir kreatif dalam mengatasi suatu masalah, dan mendorong dirinya sendiri ke titik di mana dia harus mengeluarkan semua kemampuannya untuk survive.
“Mindset untuk berhasil, kita harus keras kepala, tapi sama mimpi dan tujuan. Kita harus egois, tapi sama semua yang menghalangi mimpi dan tujuan itu. Kita juga harus iri, tapi sama kerja keras orang lain. Kita harus jadi pendendam, tapi sama kegagalan, sampai kegagalan itu harus bisa kita balas dengan kesuksesan. Dan yang paling penting, jangan terlalu money oriented, biar pas kita gagal, dan rugi ratusan juta, bahkan milyaran rupiah kayak saya, nggak langsung jadi gila,” pesan Adis.
Baca juga: #kreavi28: Andrey Pratama, Melawan Pakem Konten Animasi Lokal
Dalam pengembangan usahanya, Adis memang pernah mengalami kerugian dengan total lebih dari 600 juta dikarenakan usaha food truck dan coffee shop-nya yang tidak berjalan. Adis menganggap kerugian yang dialaminya itu adalah experience cost dan learning cost saja, karena semuanya dia mulai tanpa modal. Sementara itu, di dalam dunia kepenulisan sendiri, buku pertama Adis diterbitkan secara independen–dari produksi hingga penjualan, dia lakukan sendiri. Bahkan, untuk mengantar buku langsung ke pembaca, juga dia lakukan sendiri. Adis kerap menjadi bahan ejekan teman-teman travel blogger lainnya.
“Ya buku saya itu dibilang jeleklah, sampahlah, pornolah. Tapi, apa pun itu saya jadikan black marketing untuk menaikkan awareness buku saya yang akhirnya malah ludes terjual,” kata Adis.
Melalui buku traveling-nya, Adis ingin menyampaikan pesan bahwa anak muda itu sebaiknya lebih sering backpacking dengan uang pas-pas-an, bukan malah traveling “hedon”. Adis percaya bahwa dengan backpacking, kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang banyak, menemukan sesuatu yang baru setiap harinya. Pelajaran yang didapat dari backpacking lebih banyak dibandingkan pelajaran yang didapat di dalam bangunan yang sering kita sebut dengan kelas.
“Karena dengan backpacking, dunia adalah kelasnya, sekolahnya. Dan semua hal yang baru yang kita temuin selama perjalanan adalah pelajarannya,” ungkap Adis.
Baca juga: #ziliun17: Travel Blogger Indonesia
#kreavi28 adalah kolaborasi Kreavi.com dengan Ziliun.com yang berisi 28 Talenta Kreatif Indonesia dengan usia maksimal 28 tahun. Para talenta kreatif ini berkarya di berbagai bidang mulai dari mode, komik, ilustrasi, animasi, event, kuliner, film, hingga game.
Header image credit: viralscape.com